Kamis, 02 Mei 2013

Penembak Jadul 1. ( Nderek Tepang )

wonk mbagusi

Salam damai sobat semua, ini sedikit info tentang pembedil djokja lawas  yang masih eksis sampai saat ini dan belum berminat untuk bertobat. Walaupun napas sudah senin kemis, lumayan bedilanya masih rada jitu. Buktinya masih bisa point rase 2 ekor. Masih setia dengan bedil uklik kuno Sharp Innova I seri A 3108..... dan sepertinya malas beralih kelain hati. Mulai latihan mbedil sejak kelas 2 SD kira-kira tahun 1982 dengan bedil spring merek Diana model 50 buatan tahun 1977 punya ibu saya walaupun masih curi-curi sebab kalau ketahuan mainan bedil dimarahin karena itu bedil dipakai buat olah raga ibu saya (menembak target untuk acara Porda atau PKKJK karyawan Pemda Sleman).Waktu itu bedil sama orangnya masih lebih tinggi bedilnya hingga kalau mau kokang harus dua orang satu megangin satu lagi ngandolin kokangnya. Dari mulai mbedilin burung emprit di sekitar rumah sampai ahirnya berani jalan ke kampung simbah naik angkot dan sukses mendapatkan beberapa ekor bajing yang waktu itu memang masih banyak di sekitar kampung yang masih banyak pohon bambu dan pohon buah juga pohon kelapa. Ndak usah jauh-jauh di seputaran Kec. Ngaglik dimana kampung nenek saya berada dan paling jauh sampai tetangga desa cukup dengan jalan kaki saya sudah bisa memperoleh tupai lebih dari 20 ekor, disamping banyak juga masih jinak-jinak tidak gampang ngabur. Hasil sebanyak itu masih sangat gampang ditarget meski yang luput lebih banyak lagi, jadi bisa njatuhin satu luputnya tuju. Makin tambah gede makin tambah pula pengalaman dan kaki makin panjang jangkauan lokasi berburu makin luas walaupun masih di seputaran Kec. Ngaglik dan masih naik angkot kemana-mana. 

Mulai SMP kegilaan akan mbedil semakin besar ditambah lagi saat itu saya sudah punya bedil sendiri hadiah dari almarhun ayah saya merek Feinwerkbau-Sport-127 waktu saya supit. Saya juga sudah bisa naik sepeda motor Yamaha V80 milik ibu saya jadi jangkauan perburuan saya semakin luas sampai ke wilayah Pakem dan sekitarnya meskipun jenis buruanya masih terbatas itu-itu saja namun dengan hasil yang lebih banyak  dan pemanfaatanyapun masih sekedar untuk dikonsumsi dagingnya. Kulit hanya dibuang dan paling banter dipenthang dijemur untuk hiasan di tembok yang lama-lama rontok kena hama. 

Memasuki masa SMA permbedilanya semakin parah, sering saya bolos sekolah hanya untuk memuaskan hasrat mbedil saya, apalagi saya sudah punya motor sendiri suzuki RC 100 untuk operasional hingga jangkauan perburuan saya makin jauh ke wilayah Magelang, Wonosari dan banyak tempat lain. Jenis hasil buruan mulai tambah bervariasi. Garangan, Codot juga burung-burung pemangsa seperti Alap-alap, Tengkek juga burung hantu mulai berhasil aku jatuhkan. Aktifitas berburuku masih terbatas siang hari hingga sampai saat aku punya hobi baru yaitu berburu ular. Banyak jenis ular pernah coba kutangkap dari yang tidak berbisa sampai yang berbisa sampai di rumah penuh ular dan sering ribut sama tetangga karena ularku ada yang lepas masuk rumah tetangga.Mulai awal kelas dua SMA saya mulai mencoba menyakurkan hobi menembak untuk jalur prestasi hingga permbedilan sedikit berkurang. Saya dipanggil bergabung dengan Pelatda Perbakin Sleman untuk dibina dan ternyata saya cukup berprestasi hingga beberapa gelar juara bisa saya raih seperti juara dua menembak klas Air Rifle Hunting 10 m putra kejurda menembak antar pelajar di Jakarta, Juara satu Kejurda DIY kelas junior dan masih ada lainya. Dengan bimbingan pelati alm Bapak Giyarto dan dengan senapan pinjaman dari Pengda saya mulai merambah klas Air Rifle Mach dan Air Pistol dengan prestasi yang tidak mengecewakan hingga saya lolos seleksi atelit daerah untu maju ke PON. Hati saya berbungga-bunga membayangkan bisa berlaga di ivent PON dan sebagai atelit muda tentunya memiliki semangat yang luar biasa. Sayangnya semua itu tidak didukung dengan kemampuan perekonomian keluarga saya yang tidak mampu membiyayai seluruh fasilitas yang saya butuhkan untuk menunjang prestasi karena tentunya kita tau untuk olahraga menembak pasti dibutuhkan biaya yang tidak sedikit mulai dari senapan inport yang harganya muahal dan segala perlengkapan dari jaket, kaus tangan sampai sepatu. Untuk senapan mungkin tidak begitu menjadi masalah karena kita dipinjami dari Pengda Perbakin, tetapi untuk yang lainya saya harus mengusahakan sendiri karena sangatlah tidak mungkin berlaga di ivent nasional setingkat PON tanpa perlengkapat setandart sementara orang tua tidak dapat memenuhi karena memang tidak ada dana untuk itu. Tetapi saya tidak patah semangat, untuk bisa membeli jaket dan kaustangan menembak yang waktu itu seharga Rp 500.000,- saya berusaha bekerja malam hari sebagai portir boiskop atau tukang sobek tiket dengan gaji Rp.7.500,- semalam dan nyambi jadi tukang suling di orkies dangdut Purawisata dengan honor Rp. 5.000,- semalam sedang pagi harinya bersekolah biasa. Dengan hasil kerja  ditambah uang tabungan dari uang saku dan penghargaan prestasi kala juara lomba, ahirnya bisa juga saya beli jaket kulit dan kaustangan standart menembak yang nantinya akan meningkatkan mental saya kala berlaga di PON.

Sampai saatnya tiba penetuan akhir seleksi atelit yang diberangkatkan ke PON dengan pengambilan scor di lapangan tembak AAU. Dengan sangat bangga saya pakai jaket baru, dan memulai pengambilan scor dengan 60 tembakan waktu 60 menit. hasilu sangat memuaskan dengan scor 528 drngan rata rata setiap target nilai 9 masuk rangking 2 dari keseluruhan peserta yang diambil nilainya. Tetapi sungguh tidak menyangka kalau hari itu akan menjadi hari terburuk dalam hidup saya, dengan penuh rasa percaya diri dan dan dengan keyakinan penuh akan tersaring masuk atelit yang diberangkatkan ke PON, tetapi kenyataan berkata lain. Hampir selesai pengembilan scor dan sebelum diumumkan hasinya, beberapa pengurus cabang Perbakin Sleman termasuk ketuanya yang waktu itu dijabat Bapak A.S. yang waktu itu menjabat Camat di salahsatu kecamatan di Sleman datang dengan membawa target yang sudah ditembak untuk dimintakan nilai dengan alasan beliau tidak sembat mengambil penscoran dilapangan tersebut karena kesibukan.Dan ternyata hasinya sungguh luar biasa dengan secor hampir mendekati 600 yang artinnya hampir sempurna seluruh nilai pertarget mendekati 10. Waktu itu saya sempat memprotes karena itu sangatlah tidak sportif dan saya tahu pasti seberapa kemampuan tembakan beliau sangat jauh dibawah saya dan secara logika sangatlah tidak mungkin dengan usia beliau bisa mendapatkan hasil sesempurna itu sedangkan saya yang dalam usia emas hanya dibawah scor beliau, bisa saja itu target dilubangi dengan paku atau apa sehingga hasinya begitu sempurna. Tetapi sampai dimanapun protes saya tetap saja tidak ada hasilnya karena beliau adalah ketua Pengcab yang memikiki kekuasaan dan akhirnya saya tereliminasi sedangkan beliau beserta pengurus-pengurus lainya yang berangkat ke PON. Saya sangat kecewa hingga menangis sejadi-jadinya tetapi keputusan tetaplah menjadi keputusan, pelatih saya sebenarnya mengetahui kecurangan itu tetapi beliau juga tidak berdaya menghadapi para pengurus yang mempunyai kekuasaan menentukan keputusan. Mulai saat itu saya putuskan berkenti mengikuti platda dan langsung menyobek kartu anggota dan bersumpah tidak akan lagi bersinggungan dengan olahraga mbelgedez itu selamanya. Mangkanya prestasi olah raga menembak di daerah saya dari dulu tidak akan pernah maju wong cara pembinaanya saja seperti itu, atelit yang berprestasi dibina setengah hati dan disingkirkan , bila ada ivent yang maju para pengurus tua-tua hanya bergaya kemlinthi petentang-petenteng semetara  prestasinya nol besar, sampai kiamatpun rabakal maju. Dan heranya hal itu masih saja terjadi sampai hari ini menimpa atelit lain adik angkatan saya Rusdi yang diperlakukan sama hingga dia memilih hengkang menjadi kontingen Jawa Timur yang lebih bisa menghargai prestasinya. Lain dengan saya yang sudah terlanjur kagol karna sakitnya bukan main hingga saya kembali menjadi penembak hutan wegah ngambah lapangan, kembali jadi mbediler alam liar sampai saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar