Selasa, 14 Mei 2013

Penembak Jadul 4. ( Nglandak Bareng Pak Putu )

Landax pic

Tidak begitu lama saya pakai bedil Benjamin Franklin T2, disamping bodinya kecil rasanya juga kurang mantep bawaanya meski powernya lumayan kuat juga. Ngobrol-ngobrol sama mas Idrus akhirnya diceritain kalau temenya mas Idrus barusan beli senapan baru dan waktu itu memang lagi keluar seri terbarunya yaitu merek Benyamin Seridan 397. Kata beliau bawaanya tu bedil antep ndak ngoyang waktu  dibidikin, dan harganya sekitar empat ratus sekian ribu waktu itu. Saya jadi penasaran pengen nyoba tetapi waktu itu barangnya belum beredar di Jogja hingga saja diajak ke tempat temanya yang bernama pak Putu. 

Sampai rumah pak Putu di Jalan Melati Wetan sebelah selatan Mako Brimob saya terus kenalan sama beliaunya. Ternyata pak Putu orangnya sederhana, ramah dan santai sekali bawaanya. Beliau pensiunan Dosen di ISI Yogyakarta asli dari Bali dan sekarang menghabiskan waktunya dengan berburu dan dari cerita beliau ternyata beliau seorang pemburu senior di jogja seangkatan dengan Pak. Besar, Mbah Tejo Brimob dan lain-lainya. Waktu muda beliau sempat dijuluki pak Putu Celeng karena beliau sangat piawai mbedil celeng dan setiap berangkat tidak pernah absen bawa pulang celeng. Saat sekarang beliau sudah jarang menembak besar karena sudah malas ke hutan dan sekarang lebih suka mbedil cilikan seperti saya tetapi lebih suka cari top scornya mbedil malam yaitu landak. Di jogja waktu itu belum ada yang bisa menyamai kemampuan beliau mbedil landak dan para penembak waktu itupun mengakui beliau sebagai Jawara Lndak.Saya makin tertarik dan pengen banget belajar dari beliau dan beliau tidak keberatan mengajari aku dan kami sepakat berangkat bersama. Saya juga utarakan mengenai senapan saya yang kurang mantap dan beliau katakan tidaklah menjadi masalah yang penting senapan itu masih mematikan, saya juga berkesempatan melihat senapan beliau dan tenyata memang lebih enak peganganya karena lebih gede apalagi senapan beliau sudah diganti popornya dengan popor buatan sendiri yang diukir rumit dan rapi, dasar wong mbali. Nimang-nimang bedil pak Putu saya jadi makin mantap aja untuk ganti senjata, akhirnya tidak lama dari saya dolan ke rumah pak Putu saya terus usaha nyari ganti senjata kebetulan sudah ada dana dan bareng mas Idrus akhirnya saya beli senapan Benjamin Seridan 397 plus Telescop Vira 3-9 x 32 di Toko Kudus depan Mangkunegaran Solo.

Seting senjata, sero-sero dan penyesuaian saya lakukan beberapa hari dan tak coba pakai mbedil malam dan hasilnya waoww,  muantap tenan. berangkat pertama langsung point tiga ekor rase. Tembakanya mantep dan larasnya tajam sekali, rase kena leher tembus sampai lewat pelurunya padahal leher rase cukup besar dan kulitnya tebal. Makin mantap saya untuk mulai belajar mbedil landak dan tibalah waktunya kangsenan sama pak Putu mbedil bersama. 
Ngebrukke Blacan  Bareng Om Sarbini
Whit Benyamin Sheridan 397

Berangkat dari Janti jam sembilan malam dengan dua motor, mas Idrus sama pak Putu dan saya sama lek Wiji petner setia berjalan kearah timur sampai kalasan keutara ke arah cangkringan dan sambil mbelor kiri kanan sepanjang jalan dan waktu itu kami pakai dua blor sehingga sangat teliti bisa bergantian kiri dan kanan dan beberapa kali kami berhenti untuk  nyikat kewan dan point sekitar tiga ekor satu blacan dua rase. Saya tidak begitu semangat mbedili kewan dan beberapa kali sasaran saya oper ke lek Wiji dan dari tiga point itu dua ekor diantaranya bedilan lek Wiji. Sampai di daerah ngemplak dekat monumen palagan tentara pelajar tepatnya di selatan dusun Kiyudan kita berhenti dan pak Putu ngajak saya turun ke sungai kecil tetapi perenganya agak dalam sekitar lima meteran penuh pohon-pohon besar. Saja jalan lewat antara batu satu-ke batu lainya sehingga jalanya ngak bisa cepet, tapi heranya pak Putu seperti kakinya ada matanya hingga senter selalu terapah ke tepian perengan dan sekitaran semak-semak tanpa harus selalu nyenterin jalan yang akan dilewati, salut deh. Saya jadi ketinggalan jauh dan ndak lama dari salah satu pecahan batu padas semaknya ada yang goyang-goyang dan ndak lama pak Putu  setengah lari lompat-lompat antar batu tau-tau duarr terus ada suara cerrrrr, bluug, seekor landak tumbang oleh bedilan sang master. Saya segera nyusul dan saya perhatikan tembakan tepat di belakang telinga dan ternya landak itu besar sekitar tuju kiloan sekali bedil langsung tepar. Pak Putu nata napas, landak lalu saya bopong kembali ke motor. Sampai di motor mas Idrus dan lek wiji belum kelihatan dan sepertinya masih nyari juga di sungai yang sama tetapi arah berlawanan. Landak selesai diikat di motor kami istirahat sambil ngobrol mendiskusikan moment tadi dan ndak lama mas Idrus bersama lek Wiji dateng mbawa seekor luwak hasil bedilan mas Idrus dan katanya tadi juga ketemu landak satu tetapi tidak bisa kebedil. Dari cerita pak Putu saya simpulkan ternyata mbedil landak itu tidak gampang, mata harus selalu mencari sasaran dan konsentrasi pada jalan yang akan kita lewati tentukan jalur jangan samppai nyebur, telinga juga harus dipasang siaga ndengerin suara semak-semak gemrisik kala si landak berjalan.  Yang ngak kalah pentingnya harus selalu menata napas, jangan gugup dan kagetan bila ketemu mendadak dan yakinlah pada kemampuan si bedil dan yang pasti kalau masih ragu jangan lepaskan tembakan agar tidak luput atau hanya melukai binatang sasaran. Wah ternyata angel juga caranya dan perlu jam terbang yang panjang untuk bisa ngebrukke landak, kuncinya latihan keras tanpa kenal lelah. Habis dari lokasi itu pak Putu tidak mau lanjutin mbedilnya ke lokasi lain, beliau katakan hari ini sudah cukup hasilnya eman-eman sisakan untuk hari lain, makin salut saja sama beliau yang ndak nguja napsu serakah untuk terus memburu. Kami pulang dengan rasa hepy tetapi penasaranku belum hilang sebelum sukses ngebrukke landak dewe. Beberapa kali ikut Pak Putu banyak ilmu yang saya peroleh, ketelatenan, kesabaran yang ada pada pembedil senior dan trik-trik mbedil landak sudah saya dapatkan. Akhirnya sesekali saya juga nyoba sendiri njegur perengan di beberapa lokasi dari reverensi pak Putu untuk belajar mbedil landak sendiri, beberapa kali sempat juga ketemu tetapi masih juga ngragap, ngewel dan kepleset-pleset sampai paling parah kejungkel di kali, klebus kabeh. Lama saya latihan sampai akhirnya sukses juga saya ngebrukke landak dan saya semakin tuman nglandak males cari lainya.

Ngoyak Landak di Kali Mbeser

Senin, 06 Mei 2013

Penembak Jadul 3. ( Merambah Dunia Mbediles Malam ).

Berangkat mbedil bareng om Antok


Sekitar tahun 1993 kala saya dolan ke rumah kawan di Janti, ndilalahnya ketemu lek Ponidi yang baru pulang mbedil bareng Mas Idrus yang punya bengkel sepeda motor di depan Kantor Proyek Progo Jalan Solo. Waktu itu Lek Pon bawa hasil dua ekor belacan ( Kucing Hutan ) ukuran tanggung yang akan dipotong. Langsung saja saya minta untuk saya kuliti karena kulitnya bagus dan akan saya coba awetkan. Sambil menguliti saya tanya bagaimana cara berburunya kok bisa dapat buruan di malam hari, karena setahu saya berburu binatang malam biasanya menggunakan anjing. Lek Ponidi bilang katanya berburu nggunakan lampu sokle ( Blor ) kemudian bila lihat kilatan mata baru dikejar dengan lampu senter biasa baru bisa ditembak. Pulang dari janti saya mampir ke bengkel Mas Idrus untuk minta ijin ikut berburu bila Mas Idrus berangkat mbedil malam dan Mas Idrus memperbolehkan janjian malam kamis manti berangkat. Sampai rumah  kulit segera saya awetkan dengan hasil bagus lumayan sempurna dengan mata sudah saya ganti dengan kelereng. Saya jemur tiga hari dan kering sempurna dan saya taruh di atas bufet menghiasi rumahku.

Malam kamis saya berangkat ikut berburu untuk pertama kali, saya hanya ikutan saja tanpa membawa senapan sendiri hanya ingin tahu saja piye caranya berburu malam. Berangkat jam sembilan malam dengan dua sepeda motor satu untuk Mas Idrus dibonceng Mas Mul dengan lampu shalbeem (halogen) beserta accu 12 volt mulik motor Binter Mercy, satu motor lagi saya pakai membonceng Lek Wiji adiknya Lek Ponidi ngikut dibelakang. Senjata yang dipakai Mas Idrus adalah bedil Cannon Special tabung besar tanpa telescop dan satu lagi yang dipakai mas Mul merek Bramasta Antariksa juga tanpa telescop. Masing-masing penembak membawa senter tiger yang sudah dipotong perutnya sedikit dibawah kepala lalu disambung dengan kayu yang sudah dibentuk menyesuaikan kenyamanan pegangan bila dipakai menembak dengan accu basah  6 volt ditaruh di jrigen bekas tiner yang sudah dibuat wadah dan tutupnya terus disabukkan di pinggang. Saya terus mengamati perlengkapan yang dibawa dan sempat saya tanyakan mengenai peluru yang digunakan dan ternyata memakai peluru Beman Kodiak. Mulai kami berangkat ke arah selatan yaitu wilayah persawahan di Berbah dengan sepanjang jalan memainkan lampu blor ke pematang-pematang sawah dan sesekali ke pepohonan dan beberapa kali kami berhenti karena ada kilatan mata yang setelah di cek ternyata hanya mata kucing yang bermain di sawah. sampai daerah Kalitirto kami berhenti dan mas Idrus turun karena melihat mata terus dikejar, ditembak dan kena, ternyata seekor belacan yang tetembak tepat di kening lalu diikat di belakang jok motor. Perjalanan dilanjutkan hingga kami masuk daerah Kalasan dan kami lihat kilatan mata di pohon bambu, mas idrus turun lalu mengejar dan beberapa kali tembakan ahirnya hewan buruan jatuh ternyata seekor luwak pandan yang baunya wangi. Kami lanjutkan pejalanan dan beberapa kali berhenti mengejar buruan dan sampai pulang kami tidak bertambah hasil buruanya. Saya sangat senang malam itu mendapatkan ilmu baru tentang teknik berburu malam yang waktu itu memang belum banyak yang berburu malam bahkan semalampun kami tidak bertemu rombongan lain.

Blacan pic

Mulai saat itu saya terus berusaha membuat peralatan kelengkapan berburu malam  seperti lampu senter, wadah accu dan juga belanja kelengkapan lain seperti sepatu boot, topi sebbo dan yang paling penting senapan penumatik atau pompa karena walaupun sudah punya senapan spring tetapi kurang mantep liat yang lain bawa senapan pompa. Senapan saya dapatkan dari seorang penembak senior yang juga pelatih menebak yang nasibnya juga sama kaya saya yaitu tidak diperhatikan di daerah dendiri dan hengkang melatih di Perbakin Kaltim bernama Bapak Tutut Tri Toto. Beliau waktu itu memiliki senapan merek Benjamin Franklin seri T2 buatan tahun 1957 yang masih original waktu itu saya genteni dengan harga dua ratus ribu dan mulailah saya jadi murid mas Idrus kemana-mana ikut berburu malam. Semakin lama semakin tambah pengalaman dan saya sesekali bisa mendapat kesempatan menembak tetapi belum bisa point karena ternyata menembak malam lebih berat di mental karena sasaran yang relatif lebih besar dan bila berhadapan kita sebagai pemula sering kalah mental dan ngewel ( gemetaran ) hingga gagal menembak atau bila menembakpun luput tidak telak dan buruan tidak mati. Saya sering dimarahi mas Idrus karena sering meluputkan dan dikatakan kalau belum siap napas dan mental tidak usah nembak dulu nanti malah ngrusak hewan jadi giras atau cacat. Lama-lama sukses juga saya point dengan point pertama saya seekor anak luwak dan kedua seekor rase besar dan waktu itu saya langsung dibabtis mas Idrus dinyatakan lulus karena di rombongan kami belumlah lulus jadi pemburu sebelum menjatuhkan rase yang memang sangat lincah gerakanya dan mukanya sempit hingga susah mebidik pertengahan matanya. Setelah saya lulus jadi  pemburu masih sering ikut bareng mas Idrus tetapi sesekali geseh karena satu hewan buruan dikejar dua penembak dan kadang banyak yang tidak kebedil karena kami malah senter-senteran karena disamping cara memburu juga cara memainkan lampu juga ada tekniknya ya itulah seninya mbedil malam. Lama-lama saya mulai berangkat sendiri dengan lek Wiji dan saya sudah membeli lampu halogen juga hingga saya menjadi penembak mandiri bikin rombongan sendiri di luar mas Idrus. Acara opset mengopset semakin rajin saya lakukan karena kulit semakin gampang saya peroleh hingga rumah saya jadi kayak museum penuh binatang awetan dan semakin banyak karena setiap kali saya berangkat mmbedil sudah dapat dipastikan point bahkan kadang dobel-dobel. Itupun tidak perlu jauh-jauh cukup di daerah Pakem, Ngemplak pol sampai Cangkringan karena hewan buruan masih sangat banyak. Semalam point dua ekor itu sedah ngluputke lima ekor  ketemunya kewan lebih dari sepuluh kali. Wah jan senege jaman itu, kewan banyak, penembak masih jarang, mau nongseng tiap malam mesti kelakon. Berangkat jam delapam point satu atau dua jam sepuluh pulang, dikuliti, ditongseng langsung makan rame-rame. Kesenangan itu terus berlanjut hingga saya kenal Pak Puthu master pemburu landak dan saya akhirnya berguru pada beliau untuk bisa mendapatkan landak sebagai top scor bagi para pembedil malam.


Point belacan dengan Benyamin Sheridan 397

Minggu, 05 Mei 2013

Penembak Jadul 2. ( Wong Kagol Ajar Ngopset )

Feinwerkbau-Sport-127


Gagal jadi atelit pun tidak jadi soal, mbaleni hibi lawas berburu dan golek ula. Masih setia dengan bedil kesayangan Feinwerkbau-Sport-127 ngawu-awu ngrentengi bajing, deruk & garangan. Lama-lama makin beragam perolehan perburuan saya, burung-burung berbulu bagus kadang-kadang juga saya dapatkan. Kadang-kadang sayang juga burung berbulu bagus kalaupun tertembak mati pasti hanya dicabuti bulunya paling pol digoreng untuk lawuh. Suatu saat timbul ideku untuk bagaimana caranya bisa mengawetkan buruan tersebut tetapi masih bingung tidak tahu bagaimana caranya. Kuingat waktu SD dulu pernah mengawetkan serangga kupu-kupu dengan menetesinya menggunakan minyak tanah lalu menjemurnya. Kucoba hal yangsama kulakukan pada media lain yaitu burung kecil yang sudah kutembak. Coba kurendam lalu kujemur tetapi hasilnya tetap membusuk dan bau lalu kubuang. Terus saya berusaha mencoba dengan bahan-bahan lainya tetapi hasilnya sama saja hingga suatu saat saya bertemu kawan yang kuliah di Fakultas Biologi UGM dan memberi saya formalin sebagai bahan pengawet. Dengan formalin kucoba suntikkan ke hewan yang akan saya awetkan hasilnya sempurna hewan utuh kering tidak busuk. Diawali dari burung-burung kecil sampai tupaipun aku suntik terus kusetel posisinya tetapi masih dalam keadaan utuh daging dan isi perutnya. Awalnya sih bagus tetapi lama-lama dagingnya kering hingga awetanya menjadi semakin kurus seperti orang kena TBC jueleknya minta ampun. Saya terus berpikir keras mencari pemecahan permasalahan itu hingga saya coba bereksperimen dengan bajing yang pada proses menguliti saya usahakan sobekan di perut sekecil mungkin dan melepas kulitnya seperti mencopot jaket dan ditinggalkan mulai pergelangan kaki, ekor serta kepala masih utuh. Kulit saya balik terus saya isi kapas lalu saya jahit kembali sobekanya dan terakhir bagian-bagian yang masih berdaging saya suntik formalin. Hasilnya cukup lumayan walau masih letoi ndak bisa tegak karena ndak ada yang nyangga dan betuknya kayak bantal tapi lumayan untuk pemula. Dari situ mulai terpikir untuk memberi rangka kawat biar bisa disetel dan akhirnya dalam eksperimen berikutnya sudah lebih sempurna hanya hasilnya masih kurang rapi saja. Hal serupa juga saya coba untuk mengawetkan ular, tekniknya juga sama tetapi teknik pengulitanya lain yaitu dengan membuka mulutnya, gunting belakang kepala dari dalam bukaan mulutnya, tarik keluar bagian dalamanya sisakan sedikit di ekor, dibalik diisi kapas dipasangi kawat sangkutkan di kepala, suntik formalin, setel jadi deh. Berawal dari situ saya semakin banyak mencoba mengawetkan binatang buruan hingga motivasi berburu saya berubah menjadi berburu untuk diawetkan dan dinikkmati ( Tropy Hunting istilah kerene). Sayangnya untuk burung saya masih belum bisa karena belum tahu tekniknya. Kesenangan ini terus berlangsung samapai saya lulus sekolah dan lanjut kualiah sampai sekitar tahun 1993 kala saya kenal almarhum mas Idrus yang tinggal di janti yang sudah lebih dulu bermain berburu malam dan saya akhirnya belajar dari beliau..

Kamis, 02 Mei 2013

Penembak Jadul 1. ( Nderek Tepang )

wonk mbagusi

Salam damai sobat semua, ini sedikit info tentang pembedil djokja lawas  yang masih eksis sampai saat ini dan belum berminat untuk bertobat. Walaupun napas sudah senin kemis, lumayan bedilanya masih rada jitu. Buktinya masih bisa point rase 2 ekor. Masih setia dengan bedil uklik kuno Sharp Innova I seri A 3108..... dan sepertinya malas beralih kelain hati. Mulai latihan mbedil sejak kelas 2 SD kira-kira tahun 1982 dengan bedil spring merek Diana model 50 buatan tahun 1977 punya ibu saya walaupun masih curi-curi sebab kalau ketahuan mainan bedil dimarahin karena itu bedil dipakai buat olah raga ibu saya (menembak target untuk acara Porda atau PKKJK karyawan Pemda Sleman).Waktu itu bedil sama orangnya masih lebih tinggi bedilnya hingga kalau mau kokang harus dua orang satu megangin satu lagi ngandolin kokangnya. Dari mulai mbedilin burung emprit di sekitar rumah sampai ahirnya berani jalan ke kampung simbah naik angkot dan sukses mendapatkan beberapa ekor bajing yang waktu itu memang masih banyak di sekitar kampung yang masih banyak pohon bambu dan pohon buah juga pohon kelapa. Ndak usah jauh-jauh di seputaran Kec. Ngaglik dimana kampung nenek saya berada dan paling jauh sampai tetangga desa cukup dengan jalan kaki saya sudah bisa memperoleh tupai lebih dari 20 ekor, disamping banyak juga masih jinak-jinak tidak gampang ngabur. Hasil sebanyak itu masih sangat gampang ditarget meski yang luput lebih banyak lagi, jadi bisa njatuhin satu luputnya tuju. Makin tambah gede makin tambah pula pengalaman dan kaki makin panjang jangkauan lokasi berburu makin luas walaupun masih di seputaran Kec. Ngaglik dan masih naik angkot kemana-mana. 

Mulai SMP kegilaan akan mbedil semakin besar ditambah lagi saat itu saya sudah punya bedil sendiri hadiah dari almarhun ayah saya merek Feinwerkbau-Sport-127 waktu saya supit. Saya juga sudah bisa naik sepeda motor Yamaha V80 milik ibu saya jadi jangkauan perburuan saya semakin luas sampai ke wilayah Pakem dan sekitarnya meskipun jenis buruanya masih terbatas itu-itu saja namun dengan hasil yang lebih banyak  dan pemanfaatanyapun masih sekedar untuk dikonsumsi dagingnya. Kulit hanya dibuang dan paling banter dipenthang dijemur untuk hiasan di tembok yang lama-lama rontok kena hama. 

Memasuki masa SMA permbedilanya semakin parah, sering saya bolos sekolah hanya untuk memuaskan hasrat mbedil saya, apalagi saya sudah punya motor sendiri suzuki RC 100 untuk operasional hingga jangkauan perburuan saya makin jauh ke wilayah Magelang, Wonosari dan banyak tempat lain. Jenis hasil buruan mulai tambah bervariasi. Garangan, Codot juga burung-burung pemangsa seperti Alap-alap, Tengkek juga burung hantu mulai berhasil aku jatuhkan. Aktifitas berburuku masih terbatas siang hari hingga sampai saat aku punya hobi baru yaitu berburu ular. Banyak jenis ular pernah coba kutangkap dari yang tidak berbisa sampai yang berbisa sampai di rumah penuh ular dan sering ribut sama tetangga karena ularku ada yang lepas masuk rumah tetangga.Mulai awal kelas dua SMA saya mulai mencoba menyakurkan hobi menembak untuk jalur prestasi hingga permbedilan sedikit berkurang. Saya dipanggil bergabung dengan Pelatda Perbakin Sleman untuk dibina dan ternyata saya cukup berprestasi hingga beberapa gelar juara bisa saya raih seperti juara dua menembak klas Air Rifle Hunting 10 m putra kejurda menembak antar pelajar di Jakarta, Juara satu Kejurda DIY kelas junior dan masih ada lainya. Dengan bimbingan pelati alm Bapak Giyarto dan dengan senapan pinjaman dari Pengda saya mulai merambah klas Air Rifle Mach dan Air Pistol dengan prestasi yang tidak mengecewakan hingga saya lolos seleksi atelit daerah untu maju ke PON. Hati saya berbungga-bunga membayangkan bisa berlaga di ivent PON dan sebagai atelit muda tentunya memiliki semangat yang luar biasa. Sayangnya semua itu tidak didukung dengan kemampuan perekonomian keluarga saya yang tidak mampu membiyayai seluruh fasilitas yang saya butuhkan untuk menunjang prestasi karena tentunya kita tau untuk olahraga menembak pasti dibutuhkan biaya yang tidak sedikit mulai dari senapan inport yang harganya muahal dan segala perlengkapan dari jaket, kaus tangan sampai sepatu. Untuk senapan mungkin tidak begitu menjadi masalah karena kita dipinjami dari Pengda Perbakin, tetapi untuk yang lainya saya harus mengusahakan sendiri karena sangatlah tidak mungkin berlaga di ivent nasional setingkat PON tanpa perlengkapat setandart sementara orang tua tidak dapat memenuhi karena memang tidak ada dana untuk itu. Tetapi saya tidak patah semangat, untuk bisa membeli jaket dan kaustangan menembak yang waktu itu seharga Rp 500.000,- saya berusaha bekerja malam hari sebagai portir boiskop atau tukang sobek tiket dengan gaji Rp.7.500,- semalam dan nyambi jadi tukang suling di orkies dangdut Purawisata dengan honor Rp. 5.000,- semalam sedang pagi harinya bersekolah biasa. Dengan hasil kerja  ditambah uang tabungan dari uang saku dan penghargaan prestasi kala juara lomba, ahirnya bisa juga saya beli jaket kulit dan kaustangan standart menembak yang nantinya akan meningkatkan mental saya kala berlaga di PON.

Sampai saatnya tiba penetuan akhir seleksi atelit yang diberangkatkan ke PON dengan pengambilan scor di lapangan tembak AAU. Dengan sangat bangga saya pakai jaket baru, dan memulai pengambilan scor dengan 60 tembakan waktu 60 menit. hasilu sangat memuaskan dengan scor 528 drngan rata rata setiap target nilai 9 masuk rangking 2 dari keseluruhan peserta yang diambil nilainya. Tetapi sungguh tidak menyangka kalau hari itu akan menjadi hari terburuk dalam hidup saya, dengan penuh rasa percaya diri dan dan dengan keyakinan penuh akan tersaring masuk atelit yang diberangkatkan ke PON, tetapi kenyataan berkata lain. Hampir selesai pengembilan scor dan sebelum diumumkan hasinya, beberapa pengurus cabang Perbakin Sleman termasuk ketuanya yang waktu itu dijabat Bapak A.S. yang waktu itu menjabat Camat di salahsatu kecamatan di Sleman datang dengan membawa target yang sudah ditembak untuk dimintakan nilai dengan alasan beliau tidak sembat mengambil penscoran dilapangan tersebut karena kesibukan.Dan ternyata hasinya sungguh luar biasa dengan secor hampir mendekati 600 yang artinnya hampir sempurna seluruh nilai pertarget mendekati 10. Waktu itu saya sempat memprotes karena itu sangatlah tidak sportif dan saya tahu pasti seberapa kemampuan tembakan beliau sangat jauh dibawah saya dan secara logika sangatlah tidak mungkin dengan usia beliau bisa mendapatkan hasil sesempurna itu sedangkan saya yang dalam usia emas hanya dibawah scor beliau, bisa saja itu target dilubangi dengan paku atau apa sehingga hasinya begitu sempurna. Tetapi sampai dimanapun protes saya tetap saja tidak ada hasilnya karena beliau adalah ketua Pengcab yang memikiki kekuasaan dan akhirnya saya tereliminasi sedangkan beliau beserta pengurus-pengurus lainya yang berangkat ke PON. Saya sangat kecewa hingga menangis sejadi-jadinya tetapi keputusan tetaplah menjadi keputusan, pelatih saya sebenarnya mengetahui kecurangan itu tetapi beliau juga tidak berdaya menghadapi para pengurus yang mempunyai kekuasaan menentukan keputusan. Mulai saat itu saya putuskan berkenti mengikuti platda dan langsung menyobek kartu anggota dan bersumpah tidak akan lagi bersinggungan dengan olahraga mbelgedez itu selamanya. Mangkanya prestasi olah raga menembak di daerah saya dari dulu tidak akan pernah maju wong cara pembinaanya saja seperti itu, atelit yang berprestasi dibina setengah hati dan disingkirkan , bila ada ivent yang maju para pengurus tua-tua hanya bergaya kemlinthi petentang-petenteng semetara  prestasinya nol besar, sampai kiamatpun rabakal maju. Dan heranya hal itu masih saja terjadi sampai hari ini menimpa atelit lain adik angkatan saya Rusdi yang diperlakukan sama hingga dia memilih hengkang menjadi kontingen Jawa Timur yang lebih bisa menghargai prestasinya. Lain dengan saya yang sudah terlanjur kagol karna sakitnya bukan main hingga saya kembali menjadi penembak hutan wegah ngambah lapangan, kembali jadi mbediler alam liar sampai saat ini.

Salam..

Haloo, ini blog baru saya...