Rabu, 26 Maret 2014

Penembak Jadul 12. ( Pindah Lokasi Ngamuk Deruk neng Terbah Lor Pathuk )

Manuk Deruk

Pas ada libur hari jum'at kebetulan saya mangkat nniliki kathik masih di lokasi lawas yang di selatan pemancar RCTI Ngoro-oro Pathuk, ndilalahnya buah bulunya sudah menipis hingga manuk kathik yang biasanya melimpah jadi sepi. Saya sama Lek Wiji angop thok kelamaan nunggu padahal saya sudah mruput le berangkat dari rumah. Sepi tenan hingga meh siang saya berdua hanya point empat ekor itupun le nunggu luama tenan. Bosen nunggu akhirnya saya pindah lokasi, nglarah nglarah waton ngolek jalan ndlesep-ndlesep cari jalan turun yang ngak rame tur turut sawah-sawah siapa tau ada sasaran. 

Perut lapar minta diseni, saya menggok ke warung mie ayam langsung pesen dua sama teh panas, sambil nunggu dimasakke saya iseng iseng nglithih turut kebonan sekitar warung siapa tau awan-awanan masih ketemu bajing atau kewan lainya. Mepet rumah penduduk ada dapuran bambu wulung kelihat obah-obah tak cedaki ternyata dua ekor bajing gede warnane rada kuning langsung tak scopp, treger ditarik dan puakk tlebug... bajing tepar. Yang satu munggah pohon wadang tetapi ndak mlayu bablas malah mogok di atas cabang yang resik tur padang. Bedil tak pompa lagi, peluru tak isekke langsung bidik lagi dan satu tembakan lagi bajing satunya tewas  menyusul temanya. Tak bawa ke motor, disandati dan saya kembali ke warung pas mie ayamnya mateng, cocok sama tehnya panas mongah-mongah marai grembobyos padang kahanane ngalam ndonya. Sambil makan saya diskusikan sama Lek Wiji mengenai bajing yang barusan saya tembak, dari pengamatan saya ternyata bajingnya masih kuthuk-kuthuk sepertinya jarang diambah penembak. Dari invormasi penjual mie ayam, memang di daerah itu jarang ada penembak masuk. Kenyang perut kami berdua nutukke mubeng-mubeng turut desa metani bajing hingga sampai kebonan timur desa yang ada sawah berteras dan sepanjang kami mubeng ternyata bajingnya banyak juga hingga kita point tuju ekor dan dua ekor manuk deruk atau tekukur. Sepakat kami akan mbaleni, berangkat mruput ganti acara mbedil bajing.  
Deruk lanang ngemesake

Hari minggu berikutnya saya bareng Lek Wiji jadi berangkatt mruput niat mbajing ke tempat kami kemarin yang ternyata desanya bernama desa Terbah. Sampai lokasi jam setengah lima pagi langsung kami berdua masak Indomie dengan kompor parafin dan perlengkapan yang kami bawa. Tidak lupa kami membuat kopi untuk manasin perut dan sambil nunggu pagi kami ngopi sama udut. Matahari mulai terbit dan langit timur mulai terang, satu dua orang mbokdhe-mbokdhe mulai pada keluar rumah dan menyapu kebon. Angin belum berhembus hingga pepohonan anteng dan mulailah satu dua pergerakan yang sedari tadi tak tunggu-tunggu. Kemthul-kenthul pepohonan rantingnya mulai bergerak tanda ada bajing mencari makan. Kami mulai asik golek pangan dewe-dewe dan plak-plok bola bali bedil kami bergantian ngeplaki bajing. Sampai sekitar jam setengah delapan pagi para bajing sudah mulai rada giras, dan gantian suara manuk deruk gayeng bersahutan rame di pepohonan terutama di pohon kelapa. Leren mbedili bajing terus dikumpulkan ternyata dapat tujubelas ekor dan selesai disandati kami terus mubeng lagi karena penasaran dengan suara deruk yang rame banget bersautan. Dan benar saja ternyata banyak sekali manuk deruk yang pada menclok di blarak kelapa dan satu pohon kelapa isinya rata-rata lebih dari dua ekor. Manuk deruk disini kelihatanya jarang sekali diambah penembak karena masih kuthuk-kuthuk ndak lari kala dicedaki dan dengan teknik nyogok blarak kami berdua mulai mbedili manuk deruk  dan leren le mbedil bajing. Teknik nyogok blarak adalah teknik mbedil deruk dengan berposisi di bawah pohon kelapa dan nginjen dari bawah blarak dan apabila siluet bayangan manuknya sudah ketok tinggal bidik dan tembak diliwatke sela-selo blarak, apabila beruntung tembakan masuk ke sela-sela blarak tapi kalau lagi ngak pas terus kena blaraknya minimal pluru rekloset mengenai bagian sayapnya dan kalau pas apes ya kena lidinya plurunya bablas rakaruan dan sasaran miss atau luput.Dengan teknik ini kami berdua sukses nibakke sekitar duapuluhan ekor dan dari pengamatan kami burung deruk yang lainya ternyata pada turun cari makan di sekitar sawah berundak di sebelah timur desa. 


Deruk Sobo Ngalengan Siap di Bedils

Tak tututi sampai wetan ndesa ternyata mereka sudah kumppul di sana dan ternyata wis rame banget kaya pada arisan. Lihat lokasinya hati kami semakin berbunga-bunga karena sebagai gambaran lokasinya adalah lahan sawah berundak dengan galengan yang tinggi sekitar delapan puluh senci sampai satu meteran, sepanjang galengan ditanami rumpit kolonjono yang tumbuh pendek karena sering dipotong untuk pakan ternak. Lebar masing-masing sawah rata-rata dibawah tiga meter hingga terlihat njlarit memanjang dan waktu itu masih berupa lar-laran dan sebagian sudah ditanami kacang. Kalau yang kayak begini ini baru namanya nyenegke wong mbedil, jarak tembak tidak jauh delikan galenganye tinggi hingga tidak perlu mbrangkang untuk nyedaki sasaran nyari jarak tembak. Kami mulai nggerilya dari bawah dengan bermodal potongan pohon singkong yang masih ada daunya untuk penyamaran kami kala mengintai. Daun singkong kami naikkan pelan-pelan baru kepala kami nongol dari bawah galengan hingga keberadaan kami tersamar dari balik daunan singkong hingga manuk tidak mabur karena jarak kami yang dekat dengan sasaran. Mulailah kami naik sambil mbedili setingkat demi setingkat sambil kami ngambili hasil bedilan terus naik dimana posisi saya di timur, Lek Wiji di barat. Bergantian kami mbedili deruknya dan ternyata mereka hanya pindah ke kiri dan kekanan sambil terus naik ke tinggat yang lebih atas. Sampai diatas hasil bedilan tak kumpulkan ternyata jumlahnya seratus lebih. Sambil turun kami pakai teknik yang sama cuman bedanya ini dari atas ke bawah dan kami banyak terbantu oleh rerumputan kolonjono yang ditanam sepanjang galengan hingga keberadaan kami lebih tersamar.


Beberapa Puter Lumut Juga Ikutan

Sampai rada siang acara mbedili deruk masih saja berlangsung ramai. Rombongan manuk deruk masih saja berdatangan hingga kami keasikan terus mbedili hingga tak terasa hasil buruan kami sudah cukup banyak mencapai jumlah tigaratusan ekor lebih. dan setelah kami perhatikan ternyata tidak hanya burung deruk biasa tetapi juga ada beberapa ekor burung puter lumut yang ikutan kebedil. Burung puter lumut bentuk dan warnanya mirip manuk deruk tetapi perbedaanya kalau manuk deruk warna tubuhnya abu-abu blorok di bagian sayap dan kalung lehernya bertotol putih dan kalau puter lumut berwarna abu-abu polos dengan kalung leher dua garis hitam dan putih diatasnya. Ada juga beberapa ekor burung dlimoan yang berwarna hijau dengan paruh merah mirip manuk kathik tetapi lebih pendek buntutnya dan mencari makan di tanah tidak seperti manuk kathik yang makan di atas pohon. 


Manuk Dlimukan 
Manjelang siang kami pulang karena kami rasa hasil buruan kami sudah cukup, padahal kalau dituruti sasaran buruan masih banyak yang sesobo disitu. Akhirnya hanya beberapa kali saja kami baleni lokasi ini kerana ketoke kok sayang nek banyak-banyak kita ambil. Sesekali kita kesanapun biasanya hanya mengambil paling poll duapuluh ekor untuk dibacem sisanya diturahke untuk lain waktu. Sampai sekarang lokasi itu masih saya sengker nanti ndak diabul-abul penembak lain apa malah sekarang sudah punah ya..., Muga-muga belum..

Selasa, 11 Februari 2014

Penembak Jadul 11. ( Marani Kalong malah panen Manuk Kathik di Pathuk Gunung Kidul )


Pesanggrahane Mak Lampir 
serem dehh


Nyambung ceritaku yang lalu, setelah punahnya kalong di Jatinom Klaten kebetulan pas saya njagong manten teman kantor di daerah Patuk Gunung kidul sempat saya ndobos sama penduduk setempat. Dari crito ngalor ngidul sampailah pada topik permbedilan dan saya tak pernah bosan takon-takon mengenai kewan buron yang mungkin ada di daerah sekitar situ. Dari cerita patner perndobosan saya ternyata di makan selatan desa ada kramatan dan ada beberapa pohon unut atau bulu besar yang pada saat berbuah biasanya juga disobo kalong dan katanya juga masih sering lihat luwak do sesobo di pohon gede itu. Wah cocok tenan iki dinama kalong jatinom sudah rodo punah malah dikandani lokasi baru terus kemrungsung pengen cepet-cepet niliki tetapi kalau saya langsung niliki ke situ kelihatanya kok kurang sreg karena waktu itu barengan sama konco-konco kantor dan saya putuskan kapan-kapan saja tak survey nglegakake wektu bareng Lek Wiji.

Beberapa minggu berikutnya akhirnya saya sempatkan survey kesana bareng Lek Wiji siang siang lewat jalan Piyungan naik sampai Polsek Pathuk keselatan dekat pemancar RCTI terus keselatan sampai desa dan makamnya ternyata di selatan desa. Bener juga  disamping makam seren juga ada Kramatan entah Kramatannya sapa tapi yang buat saya ayem karena memang ada beberapa pohon Bulu atau penduduk stempat menamakan pohon Unut besar besar dan memang sepanjang pengetahuan saya kalau pas berbuah biasa disobo kalong dan lokasinya nyenengke tenan. Puas survey ke lokasi tersebut saya terus bablas nderuk di sekitar Wonogomo dan pulang dengan beberapa ekor deruk, dlimokan dan dua ekor bubut alang-alang. 

Lama nunggu pohonya berbuah saya terus mbedil sakentuke sampai akhirnya dikabari kalau di daerah Sungapan Sedayu Bantul, pohon Bulu yang ada di kuburan juga pas berbuah jadi saya terus kangsenan sama Lek Wiji untuk niliki dan benar saja di daerah Sungapan dimana kuburannye terletak di dekat tempuran kali Sedayu dan Sungai Progo ada pohon Bulu yang baru berbuah dan kalongnya juga ada. Saampai lokasi belor tak uripke, kalong kaget babalas mabur semua ternyata banyak juga. Tak tunggu lama baru balik satu dua itupun setiap kali tak belor langsung bablas mabur, wah tobat kie harus pakai teknik gimana ya... Mau pakai teknik kayak di Jatinom tak rasa tidak mungkin karena pohonya daunya banyak dan waktu itu tidak terang bulan lagian juga si kalong kalau mencok terus ngremet masuk ketengah jadi tidak kelihatan. Akhirnya saya coba senter atau belor pucuknya tak tutupi kertas dan bagian agak samping tak bolong kecil dan dengan cahaya kecil itu tak teroboske ke arah si kalong dan ternyata matanya masih kelihatan menyala dan kalongnya tidak mambur dan akhirnya Ploookkk.  bebrapa kali bedilku dan bedil Lek Wiji bernyanyi ngeplaki kalong dan malam itu aku point empat ekor tak bagi dua masing masing nibakake dua ekor. Pulang dari Sungapan lantas saya ingat kalau masih punya lokasi di Pathuk belum tak samperi dan mungkin disana pohon Bulunya juga pas berbuah. Saya terus rencana mangkat kesana dan terus persiapan sambil nunggu cuaca baik karena tiap malam hujan. 



Surup - surup kalonge 
do sesobo, gayenkk

Akhirnya jadi juga saya mangkat kali ini bareng si Agus adik ipar saya dan lek Karmiyo sama si Suprih saudarane istri saya ngenceng grimis - grimis nekat sampai sana pas surup jan monton kalonge do pating sliwer sepertinya menjanjikan tenan tapi karena masih sore jadi belum pada mencok. Tak tunggu sampai malam bukanya kalong yang datang tapi malah ujan deres poll. Kami ngeyup di cungkup atau rumahan makam berisi kijing kijing yang kondisinya bocor sana-sini mana lantainya basah. Tak tunggu lama hujan tak mau berhenti, karena ndak mungkin dilanjut kami putuskan pulang saja tapi hujanya masih deres banget. Lek Karmiyo nekat pulang hujan-hujan katanya nanti kalau nunggu terang malah ngak bisa pulang tanpa bilang alasanya. Mereka berdua nekat nglebus sedangkan kami tetep bertahan berteduh disitu. Ndak lama hujan berhenti tapi kalong sudah kagol ndak jadi datang dan kami putuskan pulang, bener tenan kata Lek Karmyo saya sama Agus akhirnya ndak bisa pulang karena jalan super becek, roda sepeda motor jadi nggedebol kebak lempung ndak bisa muter dan akhire kami ndak jadi pulang dan terpaksa nginep di kuburan serem tenan.. Semalam ndak bisa tidur klisak-klisik mau baring ndak ada tempate, si Agus dasar cah ndableg sambil ngeloni kijingun dia bisa tidur. iseng-iseng saya nyenter-nyenter keluar kok pas ndilalah di cungkup sebelah ada bangku bersih di terasan cungkupe. Segera saya parani dan kelihatanya bersih tanpa pikir panjang langsung ngletak coba tidur nunggu pagi. Baru sebentar mak ler  rasane kayak dioyog-oyog tur ngimpine serem-serem. Jenggirat bangun saya nyenter kebawah ternyata ada tutup mlumah, guandrikk ternyata saya tidur di bandosa mulanya kaya dioyog-oyog tur ngimpine serem-serem. Akhire saya melek sampai pagi. Repet-pepet kami toto toto mau pulang dan pas keluar dari cungkup kami kaget lihat keatas mak byunggg manuk katik buanyak tenan mabur dari pohon Bulu dan masih ada beberapa yang tinggal. Langsung saya kembali masuk ke cungkup untuk sembunyi dan ngindik indiki terus mbedili.



Manuk Kathik
mangani woh Bulu

Burung katik satu dua mulai kembali datang makani buah Bulu kami berdua terus inisiatip mbukak beberapa genting cungkup untuk nginjen dan mapanke bedil . Kami berdua terus mbedili sampai keasikan hingga pelurune sekaleng meh habis. Sampai hampir jam sembilan pagi kami terus mbedili hingga peluru bener-bener habis. Saking kepepete si Agus tak suruh beli peluru dus-dusan karena buruan masih banyak. Pas si Agus keluar masih mak byung banyak burung yang mabur dan mumpung sepi tak coba ambili dan tenyata sekitar cungkup kijingane jadi hijau kabeh saking banyaknya burung yang ketembak. Tak kumpulke sampai sak tumpuk hingga si Agus datang bawa peluru dan panganan untuk ganjel perut. 



Manuk Kathik lanang 
sirahe rada klawu

Rampung makan panganan seadanya dan dengan modal peluru dus-dusan tak lanjutke mbedili walaupun sudah ndak seramai tadi tapi masih poin banyak juga. Teorinya kalau mbedil manuk Kathik bedil dulu yang lanang nanti yang betinanya ndak mabur jadi bisa dibedili lagi , tapi kalau yang kebedil yang betina dulu, jantanya langsung mabur dan yang lainya ikutan mabur. Sampai akhir saya mbedil tak etung hasilnya sekitar empatratus tigapuluh satu ekor dan sampai saya harus beli ember besar untuk wadahnya. Pulang sampai rumah sudah agak siang tapi dengan hasil yang memuaskan. Ora rugi le ndadak turu neng bandosa dioyag-oyag sama mimpi serem. Untuk lokasi ini sekarang tak sengker tenan endak tak umumke ke publik biar bisa dibolan baleni dewe. Urik yo bennnn....

Selasa, 21 Januari 2014

Penembak Jadul 10. ( Mengenang masa kejayaan Kalong neng Jatinom Klaten)

Nyuwun ngapunten sakwetara vakum ndak sempat nulis di blog ini, baru ribet tenan karena ibundaku sakit struk dan  setelah berjuang melawan penyakitnya sejak bulan Oktober akhirnya Allah Bapa berkenan nimbali pada tanggal 8 Januari 2014 yang lalu. Sugeng Tindhak Ibundaku, 

 Kalonk Gunung gegere ireng
luwih gede ukurane dibanding kalong pantai 
sing gegere kuning


Kembali ke perndobosan masalah mbediler, nek mengenang masa lalu jan nyenengke tenan dimana sumber daya perkewanan buruan masih banyak tenan seperti apa yang akan saya aturke ini.  Nyambung cerita yang lalu, setelah codot menyodot punah saya terus mbaleni gawean lama yaitu mbedili unthulan bareng bolo-bolo terutama lek Wiji yang sampai detik ini masih selalu setia menemani saya mbedil kemana-mana. Iseng-iseng mbaleni lokasi lama di jatinom Klaten tepatnya ada beberapa titik spot permbedilan yaitu di dusun Satriyan tempat nitip motor nggone Pak Poniman terus ke jurang Seco Mbayi, dan jurang Selap kerana disitu sasarane waktu itu masih lumayan yang terkenal adalah 2L ( Luwak & Landak ). Dalam setiap  kali mubeng, bisa dipastikan ketemu 2 L tinggal kemampuan kita le mbedil jitu po ora. Lokasinya cukup berat berupa lahan tegalan dengan tanaman kering seperti lombok dan yang terbanyak tanaman Lembong atau Modro sejenis tanaman mirip pohon Lempuyang tetapi daunya lebih lebar dan umbinya enak dimasak. Nek ada landak sesobo le nggoleki angel tenan krungu kresek-kresek tetapi ora weruh barange kaya apa, paling banter bisa mbedil kalau pas sobo di lombokan apa pas modun perengan. Dari tegalan rata diatas lokasinya terus jejeran perengan dalem kira-kira 50 meteran dan kalau kita turun terus dapat lahan rata lagi di pinggiran kali dan terus perengan lagi sekitar 5 meteran baru kali mili ada airnya. Makanya kalau main bedil angin personil kudu disebar sebagian di bawah dan sebagian liwat atas itupun kalau landaknya medun pereng dari atas pasti ora kelihatan bisane ketok cuman dari bawah tapi sayange bedile ndak tekan dan sakumpama tekan tembakane ora mematikan.

Beberapa kali mbedil kesana ya kalau pas nasipe apik bisa point satu apa dua tetapi yo masih okeh le keblongan. Pernah satu hari pas padang mbulan ndilalahe mendung sore jadi agak peteng kok saya sama lek Wiji gatelen pengen mbedil, daripada jadi kukul akhirnya saya mangkat ngenceng ke jatinom berdua. Ndilalah pas sampai pertengahan jalan motorku kebanan, apes tenan padahal baru dapet separo jalan. Kalau dari rumah saya, saya mesti liwat Maisrenggo ketimur terus keutara sampai Pasar Kembang terus ketimur arah jatinom dan liwat tegalan yang banyak pohon randunya dan pas disitu saya kebanan jan pas nggon bulak ngilak-ilak serem tenan. Motor tak tuntun sambil mbelor kiwo tengge, e ndilalah kupingku kok denger suwara kaya luwak do kerah, motor tak parkir terus tak ikuti suara luwak ahire ketemu terus tak uber berdua kebetulan le nongkrong di pohon kapuk randu pas do berbunga jadi godonge tidak ada dan setiap galengan di tegalan itu ditanami kapuk randu berjajar sehingga gampang le ngoyak. Mbedil pisan belum tepar masih nggandul dipindoni lek Wiji baru blug glundung pringis. Marem rasane walaupun nuntun motor ning point luwak gede, pas mau pindah dari lokasi itu ngepasi pula mbulane padang semilak dan sekilas kok saya weruh seklebatan barang mabur ireng-ireng cendek ke arah kami dan ternyata itu kalong besar terus mencok di salah satu pohon kapuk randu yang berbunga, kami langsung noto awak nyoba mbelor kearah kalong tadi, ndilalah pas tak belor kalonge gendadapan terus mabur lagi makin masuk kedalan tengah tegalan dan terus tak kejar dan ternyata di tenggah ada pohon kapuk randu yang berbungga dan disitu tidak hanya satu kalong yang nongkrong tetapi akeh tenan sampai pada gelut pateng bleker rebulan kembang kapuk. 

 Kalong do sesobo



Hati kami berbunga-bunga juan marem tenan weruh kewan sebanyak itu dan akhirnya atas dasar pengalaman tadi yang mana kalong akan terus mabur bila disenteri atau dibelor maka kami berdua sepakat mbedil tanpa lampu karena ndilalahnya dibantu sinar bulan yang padang hingga kami malah ngeyub di bawah pohon nangka dimana lek Wiji di posisi utara saya di selatan pohon. saya dan lek Wiji hanya berpedoman pada bayangan di tanah dan kalau ada pergerakan terus dicari ke atas dan Plokk bedil kami berdua bersuka cita nyampluki kalong dan ternyata teknik kami itu tepat tenan terbukti kalonge ndak pada kabur walaupun bola bali tak bedili dan pada rontok ketanah asal ndak keburu diambili. Malam itu saya dan lek Wiji persta kalong tenan dengan hasil 46 ekor nganti kabotan le ngawa padahal kami masih harus nuntun motor kebanan. Pulang agak pagi sambil golek tambal ban ning jan jane ya cuma mau umuk ben da didelok uwong. 

lain wektu tak baleni masih lumayan hasile dan beberapa musim berikutnya masih juga menghasilkan walaupun tidak sebanyak hasil pertama kami. Suwe-suwe karena okeh kancane, terus kanca ngejak kanca akhire lokasi itu dadi rame kebak pembedil jane ya konco-koncone dewe, dan kadang-kadang kita sudah tidak uman lokasi karena walaupun banyak pohon kapuk randu yang berbunga tapi tidak semua disenengi kalong. Lama-lama nganti koyo arisan saben musim kembang kapuk terus kalonge ya mundak langka ngolek satu saja angele setengah mati. Dasare kewane ndak pernah nambah, Kalong terus nganti punah.

Sebagai wong tuwa akhire saya ngalah trima golek lokasi lainya dan akhirnya dapat informasi di daerah Pathuk sebelah selatan pemancar RCTI ada makam besar yang ada beberapa pohon Bulu atau Unut besar-besar yang pada saat berbuah  juga disaba kalong. Tak coba survey kesana ternyata apik juga dan kapan-kapan tak coba parani kalau pas berbuah mudah mudahan kena nggo tombo kecelik.... Kalong Njatinom kini tinggal kenangan...